Google
 

Pulau Jawa

Pulau Jawa

Rabu, 12 Maret 2008

Punakawan

Semar
Wayang Golek Semar
Semar Badranaya adalah tokoh punakawan yang dalam wayang Jawa/Sunda memiliki peran yang lebih utama ketimbang wayang babon (wayang dengan tokoh asli India). Merupakan Jelmaan dari Bambang Ismaya anak tertua dari Sang Hyang Tunggal.
Kelahiran Semar
Sang Hyang Wenang berputra satu yang bernama Sang Hyang Tunggal. Sang Hyang Tunggal kemudian beristri Dewi Rekatawati putri kepiting raksasa yang bernama Rekata. Pada suatu hari Dewi Rekatawati bertelur dan dengan kekuatan yang menetap dari Sang Hyang Tunggal. Telur tersebut terbang menghadap Sang Hyang Wenang, akhirnya telur tersebut menetas sendiri dengan berbagai keajaiban yang menyertainya, dimana kulit telurnya menjadi Tejamantri atau Togog, putih telurnya menjadi Bambang Ismaya atau Semar dan kuning telurnya menjadi Manikmaya yang kemudian menjadi Batara Guru.
Dalam riwayat lain telur tersebut menetas menajadi langit, bumi dan cahaya atau teja. Sehingga dikatakan bahwa Semar adalah tokoh dominan sebagai pelindung bumi.
Persaingan atas suksesi kepimimpinan
Mereka bertiga sangat sakti dan semua ingin berkuasa seperti Ayahandanya Sang Hyang Tunggal, akan tetapi menjadi perdebatan sehingga menimbulkan pertengkaran. Dikisahkan atas (kecerdikan (?) atau keculasan (?) Manikmaya) yang sebenarnya iapun mempunyai keinginan yang sama dengan mereka, Manikmaya mengajukan usul perlombaan untuk menelan gunung kemudian memuntahkannya kembali. Dari sini banyak pelajaran yang dapat diambil karena gunung itu merupakan sesuatu untuk menancapkan atau mengokohkan kedudukan dibumi akan tetapi diperlombakan untuk ditelan walau kemudian untuk dimuntahkan kembali.Kemudian pelajaran yang diambil adalah janganlah memperebutkan sesuatu yang bukan haknya serta janganlah terhasut oleh usul yang nampaknya baik dan masuk akal.
Tejamantri yang mulai perlombaan pertama ternyata gagal untuk menelan gunung, dikarenakan tidak cukup ilmunya maka terjadi perubahan terhadap mulutnya. Bambang Ismaya kemudian berusaha untuk menelan sebuah gunung dan berhasil akan tetapi sesuatu yang sudah ditelan pasti akan berubah dan Bambang Ismaya tidak dapat memuntahkannya kembali sehingga terjadi perubahan fisik pada perutnya yang membesar. Secara ilmu memadai akan tetapi kurang untuk memuntahkannya kembali.
Karena menelan gunung inilah maka bentuk Semar menjadi besar, gemuk dan bundar. Proporsi tubuhnya sedemikian rupa sehingga nampak sebagai orang cebol. Manikmaya dalam cerita tidak dikatakan mengikuti perlombaan meski ia sendiri yang mengusulkan perlombaan ini, ia dikabarkan malah pergi memberitahukan periha kedua kakaknya kepada Sang Hyang Wenang. Atas berita dari Manikmaya tersebut Sang Hyang Wenang membuat keputusan bahwa Manikmayalah yang akan menerima mandat sebagai penerus dan menjadi raja para dewa.
Akibat termakan hasutan dan tidak dapat menguasai diri
Bambang Ismaya dan Tejamantri harus turun kebumi, untuk memelihara keturunan Manikmaya, keduanya hanya boleh menghadap Sang Hyang Wenang apabila Manikmaya bertindak tidak adil. Dari sini terlihat dengan termakan isu adu domba ternyata Bambang Ismaya dan Tejamantri turun harkat derajatnya hanya sebagai pelindung keturunan Manikmaya, semoga kita dapat mengambil pelajaran disini dan semoga bangsa kita ini jangan mau diadu domba lagi.
Dalam cerita Semar Gugat terjadi perselisihan antara Batara Guru yang menyamar menjadi Resi Wisuna dengan Semar dimana Batara Guru kehilangan nalarnya karena rasa kasih sayang terhadap anaknya Batara Kala. Semar mengalami perang tanding dengan Resi Wisuna yang tidak lain adalah Batara Guru/adiknya sendiri, dimana Semar terkena senjata Trisara sehingga menyebabkan Semar gugat ke Sang Hyang Wenang.



Turun derajat dan diganti nama
Sang Hyang Wenang kemudian mengganti nama-nama mereka.
Manikmaya menjadi Batara Guru.
Tejamantri berubah menjadi Togog.
Bambang Ismaya berubah nama menjadi Semar.
Tugas dan Jabatan
Kakak dari Batara Guru yang menguasai Swargaloka. Berada di Bumi untuk memberikan nasihat atau petuah petuah baik bagi para Raja Pandawa dan Ksatria juga untuk audiens tentunya. Memiliki Pusaka Hyang Kalimasada yang dititipkan kepada Yudistira yang merupakan pusaka utama para Pandawa. Memiliki tiga anak dari Istrinya Sutiragen, dalam versi Jawa Tengah maupun Timur adalah : Gareng, Petruk, Bagong. Sedangkan dalam versi Sundanya bernama : Astrajingga (Cepot), Dawala, dan Gareng (bungsu).
Semar Badranaya adalah tokoh Lurah dari desa (Karang) Tumaritis yang merupakan bagian dari Kerajaan Amarta dibawah pimpinan Yudistira. Meskipun peranannya adalah Lurah namun sering dimintai bantuan oleh Pandawa dan Ksatria anak-anaknya bahkan oleh Batara Kresna sendiri bila terjadi kesulitan.
Kehebatan Semar
Disini hanya akan diungkapkan sebagian saja dari kehebatan-kehebatan Semar, diantaranya adalah :
Tokoh ini bersama tokoh punakawan lainnya dibuat oleh para wali diantaranya Sunan Kalijaga dalam menebarkan Agama Islam di Jawa yang melalui akulturasi budaya. Dengan adanya tokoh punakawan, pagelaran cerita wayang menjadi lebih hidup karena ada dialog dan interaksi antara dalang (wayang) dengan audiens serta merupakan sentral para dalang dalam menyampaikan nasihat nasihat dalam lakon atau pertunjukkan yang mungkin tidak dapat dicerna oleh orang awam bila tidak menggunakan tokoh tokoh punakawan. Istilah Pusaka Hyang Kalimusada merupakan perlambang Dua Kalimat Syahadat.
Kehebatan lainnya adalah memiliki Wahyu Tejamaya, yang sangat diperebutkan oleh Pandawa maupun Kurawa atau siapa saja yang hendak memimpin alam ini, sebaiknya menguasai Wahyu Tejamaya ini.
Karena Semar telah menelan gunung maka ada yang menganggap bahwa Semar merupakan lamabang dari alam semesta juga, dengan kata lain Semar dianggap sama dengan akal budi Ratu Adil, meskipun peranan Semar sebagai pembantu, perbuatannya menunjukkan bahwa ia adalah tokoh utama atau pokok dan bukanlah ia merupakan tokoh marjinal atau kecil yang tak berarti. Kesederhanaan pada umumnya orang Jawa menganggap sebagai tanda bahwa orang itu dapat menguasai diri dan sekitarnya dan juga mempunyai kekuatan mengekang nafsu keduniawian setiap waktu dan tidak terpengaruh olehnya. Sebagai tokoh yang tertua namun Semar tidak ingin memegang nafsu kekuasaan duniawi.
Pada dasarnya menurut mitos kesaktian Semar ini hampir tidak terbatas.
Pusaka Hyang Kalimusada
Pusaka Hyang Kalimasada adalah pusaka utama milik Semar yang dititipkan kepada Raja Yudistira. Dalam pakem wayang Jawa/Sunda, bila Raja Yudistira kehilangan pusaka ini, bencana akan menimpa para Pandawa beserta ksatria anak-anaknya. Lawan-lawan Pandawa biasanya mengincar pusaka ini sebelum menaklukan Pandawa.
Namun para wali menafsirkan kata Kalimasada sebagai Kalimat Syahadat yang termasuk didalamnya adalah Rukun Islam. Ditafsirkannya sebagai Kalimat Syahadat bertujuan untuk menyebarkan Islam di tanah Jawa dengan media adat istiadat dan budaya setempat.
Namun sebelum agama Islam ada di pulau Jawa, nama ini sudah dikenal.

Gareng
Nama lengkap dari Gareng sebenarnya adalah Nala Gareng , hanya saja masyrakat sekarang lebih akrab dengan sebutan “Gareng”.
Riwayat
Perhatian: Bagian di bawah ini mungkin akan membeberkan isi cerita yang penting atau akhir kisahnya.
Gareng adalah purnakawan yang berkaki pincang. Hal ini merupakan sebuah sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati dalam melangkahkan kaki. Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan yang ciker atau patah. Ini adalah sanepa bahwa Gareng memiliki sifat tidak suka mengambil hak milik orang lain. Diceritakan bahwa tumit kanannya terkena semacam penyakit bubul.
Gareng adalah anak sulung dari Semar. Dalam suatu carangan Gareng pernah menjadi raja di Paranggumiwayang dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu dia berhasil mengalahkan prabu Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak lain adalah penjelmaan dari saudaranya sendiri yaitu Petruk.
Dulunya , Gareng berujud ksatria tampan bernama Bambang Sukodadi dari pedepokan Bluktiba. Suatu hari , saat baru saja menyelesaikan tapanya , ia berjumpa dengan ksatria lain bernama Bambang panyukilan. Karena suatu kesalah pahaman , mereka malah berkelahi. Dari hasil perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai mereka. Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para ksatria Pandawa yang berjalan di atas kebenaran , maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta , dia (Ismaya) memberi nasihat kepada kedua ksatria yang baru saja berkelahi itu.
Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua ksatria itu minta mengabdi dan minta diaku anak oleh Lurah Karang Dempel , titisan dewa (Batara Ismaya) itu. Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka , asal kedua kesatria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur (Pandawa), dan akhirnya mereka berdua setuju.
Dalam wayang golek (wayang versi Sunda), tokoh Gareng adalah anak terakhir dari Semar. Sama seperti tokoh Astrajingga dan Dawala, tokoh ini biasanya dikeluarkan sebagai hiburan untuk penonton.
Gareng dengan tanda kurung (bungsu) ini dipakai untuk membedakannya dengan Gareng pada wayang Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gareng pada wayang Jawa Tengah dan Jawa Timur ini adalah anak pertama dari Semar.


Petruk


Petruk adalah punakawan yang tinggi dan berhidung panjang. Dalam suatu kisah berjudul Petruk Menjadi Raja, dia memakai nama Prabu Kantong Bolong Bleh Geduweh. Menurut versi Sunda, Petruk ini bernama Dawala.
Dawala adalah punakawan yang digambarkan memiliki hidung mancung, muka bersih, sabar, setia, dan penurut. tetapi kurang cerdas dan kurang begitu trampil. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tokoh ini di kenal dengan nama Petruk. Biasanya dikeluarkan bareng dengan Astrajinga alias Cepot dan Semar sebagai teman humor pada lakon goro goro atau lakon humor dalam pagelaran wayang.
Bagong
Bagong adalah nama salah satu tokoh punakawan dalam cerita wayang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam cerita wayang dari Jawa Barat ia bernama Cepot atau nama yang lebih lengkapnya yaitu Astrajingga.
Bagong adalah anak ketiga dari Semar dengan ibunya Sutiragen. Dengan bersenjatakan golok, Bagong, pekerjaannya adalah selalu membuat humor, tidak peduli kepada siapa pun, baik kesatria, raja maupun Para Dewa. Meskipun demikian lewat humor humornya dia memberikan nasehat, petuah dan kritik.
Lakonnya biasanya dikeluarkan oleh dalang di tengah kisah, selalu menemani para kesatria dan digunakan dalang untuk menyampaikan pesan pesan bebas bagi pemirsa dan penonton, baik itu nasihat, kritik maupun petuah dan sindiran yang tentu saja disampaikan secara humor.
Dalam perang, Bagong biasanya ikut perang dengan membawa golok. Lawan utamanya adalah para raksasa-raksasa yang selalu menjadi mangsa goloknya. Namun, Bagong sering merasa kewalahan kalau melawan para kesatria lawan tersebut.

Togog
Togog adalah putra dewa yang lahir sebelum semar tapi karena tidak mampu mengayomi bumi maka togog kembali keasal lagi alias tidak jadi lahir dan waktu bersamaan lahirlah semar.
Perhatian: Bagian di bawah ini mungkin akan membeberkan isi cerita yang penting atau akhir kisahnya.
Pada jaman kadewatan diceritakan Sanghyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa kahyangan dari ketiga cucunya yaitu Bathara Antaga (togog), Bathara Ismaya (semar) dan Bathara Manikmaya (Bathara Guru), untuk itu sayembara didakan dengan cara barang siapa saja dari ketiga cucunya tersebut dapat menelan bulat2 dan memuntahkan kembali gunung jamurdipa maka dialah yang akan terpilih menjadi penguasa kahyangan. pada giliran pertama bathara antaga (togog) mencoba untuk melakukannya,namun yang terjadi malah mulutnya robek dan jadi dower seperti yang bisa kita lihat pada karakter togog sekarang, giliran berikutnya adalah bathara ismaya (semar) yang melakukannya, gunung jamurdipa dapat ditelan bulat-bulat tetapi tidak dapat dikeluarkan lagi, dan jadilah semar berperut buncit karena ada gunung didalamnya seperti dapat kita lihat pada karakter semar dalam wayang kulit. Karena sarana sayembara sudah musnah ditelan semar maka yang berhak memenangkan sayembara dan diangkat menjadi penguasa kadewatan adalah Sang Hyang Manikmaya atau Bathara Guru, cucu bungsu dari Sang Hyang Wenang.
Adapun Bathara Antaga (togog) dan Bathara Ismaya (semar) akhirnya diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat, dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia, yang pada akhirnya semar dipilih sebagai pamong untuk para ksatria berwatak baik (pandawa)dan togog diutus sebagai pamong untuk para ksatria dengan watak buruk.
Bilung
Bilung adalah seorang raksasa kecil yang berteman dengan para punakawan, dia adalah sahabat dari Togog dan kemana mana selalu berdua. Bilung digambarkan sebagai tokoh dari luar jawa yaitu melayu. Bilung sering kali menggunakan bahasa campuran jawa & melayu. Setiap bertemu dengan Petruk selalu menantang berkelahi & mengeluarkan suara kukuruyuk seperti ayam jago. Tapi sekali dipukul oleh petruk dia langsung kalah & menangis.dalam beberapa cerita wayang, bilung yang punya nama lain Tokun ini terkadang Bilung berperan menjadi Punakawan yang memihak musuh. biasanya Bilung akan memberi masukan yang baik kepada majikannya . tetapi bila masukannya tidak didengarkan oleh majikannya , dia akan berbalik memberi berbagai masukan yang buruk.

Limbuk
Limbuk adalah anak perempuan Cangik, juga seorang abdi perempuan yang konyol. Meskipun penampilannya sangat berbeda dengan ibunya, dia mempunyai rasa keyakinan yang sama akan daya tariknya yang tinggi. Dia juga membawa sebuah sisir dengannya ke mana-mana. Suaranya keras, rendah, dan menyentuh secara janggal.
Cangik
Cangik adalah seorang pelayan wanita pelawak kesayangan para penonton biasanya mengiringi kehadiran Sumbadra atau putri kelas atas lainnya. Meskipun perawakannya kurus, dadanya mengerut, dan penampilannya aneh, dia sangat mudah tersipu-sipu dan genit, dengan sisir yang selalu ia bawa sebagai buktinya. Suaranya tinggi, melengking dan seperti bersiul, karena dia tidak mempunyai gigi.

Tidak ada komentar: